Melihat Api Bekerja | Kumpulan Puisi M Aan Mansyur

melihat api bekerja
Cover buku Melihat Api Bekerja

Melihat api bekerja adalah Buku puisi yang unik, tidak hanya kata dan aksara yang saling meliuk-liuk, kita juga disuguhkan dengan visualisasi dari makna puisi tersebut, itulah yang menjadi titik lebih dari buku ini.

Jikalau ada yang bertanya siapa itu m aan mansyur dan latar belakangnya kalian bisa cek dipostingan saya sebelumnya yang me-review awal tentang buku m.aan mansyur, cek disini.

Menurut beberapa website juga ada yang membahas dalam menciptakan puisi, kata penyair Abdul Hadi, seorang pengarang yang lihai menggantungkan diri pada tiga hal dasar: ‘intelektualitasnya’,’pengetahuan yang luas’, dan ‘keterampilannya dalam bahasa’. Ada dua lagi yang penting setelah itu, yaitu ‘kontemplasi’ dan ‘aksi’.

Puisi modern sebagai salah satu jenis kesusastraan memang berbeda dengan drama,cerpen atau novel. Tapi dalam perkembangannya, perbedaan itu semakin sulit dikenali. Apalagi dalam buku kumpulan puisi Melihat Api Bekerja karangan M.aan mansyur yang terbit tahun 2015.

Orang-orang sampai mengatakan: Puisi modern berhenti sebagai puisi ketika larik dan baitnya disusun sedemikian rupa sehingga tak bisa dibedakan dari berita koran dan cerpen, atau potongan novel.

Aku benci berada di antara orang-orang yang bahagia. Mereka bicara tentang segala sesuatu, tapi kata-kata mereka tidak mengatakan apa-apa. Mereka tertawa dan menipu diri sendiri menganggap hidup mereka baik-baik saja. Mereka berpesta dan membunuh anak kecil dalam diri mereka.

Aku senang berada di antara orang-orang yang patah hati. Mereka tidak banyak bicara,jujur dan berbahaya. Mereka tahu apa yang mereka cari. Mereka tahu dari diri mereka ada yang telah dicuri.

Pengulangan-pengulangan suasana untuk berhati-hati terhadap kebahagiaan dalam puisi-puisi itu membuat saya bertanya-tanya, apa sebenarnya yang membuat kita tidak bisa selalu tertawa.

melihat api bekerja
Salah satu halaman pada buku. Sumber http://www.buruan.co/

Bukankah kehidupan sehari-hari kita adalah bangun pagi, mandi, memakai pakaian yang bagus, dan tidak keluar rumah untuk menyerahkan diri pada siksa peluru atau lain-lain yang tidak lucu?

Bagi Aan, jawabannya cukup banyak. Orang hanya menjadi bahagia karena atau ketika mereka tengah tidak peduli pada yang lain: pada orang-orang
yang pergi dan tak pernah pulang lagi, pada derita orang yang terusir dari rumah sendiri, atau barangkali, misalnya, pada bayi-bayi yatim piatu.

Dengan kata lain, kumpulan puisi Melihat Api Bekerja menampakkan adanya pergumulan antara ‘aku’ dan ‘yang lain’ yang menderita. ‘Aku’ dalam diri Aan
‘Merasuk dan merasakan dada’ orang lain atau miliknya sendiri dan bergelut dalam puisi.

Saya kira semangat semacam itu sudah ada semenjak awal ketika Aan
mengutip kalimat Pramoedya Ananta Toer, Mahmoud Darwish dan Milan Kundera yang bermuara pada sikap hati-hati terhadap kesenangan dan kebahagiaan dihalaman sebelum kata pengantar.

Puisi-puisi yang menggambarkan perasaan batin seseorang yang pahit atau tersiksa pun mengambil latar kota. Kita bisa menilainya dari pemakaian kata ‘kafe’ untuk seorang yang tengah patah hati dalam menyimak musik di kafe, kata ‘jas’ dalam Seorang Lelaki dan Binatang-binatang yang hidup dalam Jasnya atau kata ‘tinggal di kota’ dalam puisi surat pendek buat Ibu di Kampung yang menggambarkan seseorang tersiksa di dalam perantauannya.

melihat api bekerja
SAlah satu puisi di buku Melihat Api Bekerja. Sumber Gambar: http://www.buruan.co/

Yang juga menarik adalah bahwa puisi-puisi Aan memperlihatkan sikap membiarkan atau menikmati kesedihan. Kesedihan bukanlah kesalahan atau dosa. Puisi Aku Menunggu di Kantukmu, misalnya, menunjukkan gambaran simpati terhadap ‘Kelelahan’,’Kesedihan’,’Kesepian’ dan ‘Kecemasan’.

Ada pesan bahwa manusia kota berusaha bertahan dari segala kesulitan, menyelaminya atau terus menyala seperti api: kita boleh kalah. tapi tidak
boleh menyerah. Kesedihan, patah hati, rindu yang menyiksa, bukanlah lawan dari kehidupan–justru itulah kehidupan. Penderitaan penderitaan itu,
kalau kita masih bisa menyebutnya begitu, memberi ketajaman dan kesegaran terhadap hidup.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *