Anak rantau, saya tidak terlalu memperhatikan detail cover buku ini, yang ada dikepala saya pada awalnya yakni tentang seorang pemuda yang meninggalkan kampung halaman dan berdalih kepada keinginannya untuk hidup di tempat baru, orang-orang baru, dan cinta yang baru juga.Ah, nyatanya saya salah besar, jauh melenceng dari ekspektasi yang telah tergambarkan di kepala saya.
Pada Review buku Anak Rantau karya Ahmad Fuadi kali ini, juga merupakan kali pertama saya membaca karya beliau. Padahal nama beliau sudah lama tersohor berkat karya-karya terdahulunya, bahkan novel beliau yang sebelumnya juga sudah difilmkan, ditambah lagi terhadap latar beliau yang berasal dari bumi minang yang sama dengan pemilik blog ini. Ah sudahlah, kita langsung menuju review.
Eps, kita bahas dulu bagaimana usaha saya dalam menuntaskan buku yang tidak terlalu tebal ini. Buku ini memiliki 370 halaman dengan Cetakan pertamanya terbit pada juli 2017 dan saya sendiri menghabiskan waktu selama 2 minggu untuk Menjamah keseluruhan isi cerita. Waktu yang sangat lama, karena pada awal-awal cerita saya dapati sedikit kebosanan, namun semua akan terbayar ketika kira-kira akan memasuki pertengahan halaman buku. Jadi, beberapa halaman awal tersebut sukses membuat saya terlelap dan berhenti untuk membaca beberapa hari.
Bagaimana sedih dan merasa terbuang itu melemahkan. Bagaimana terlalu berharap kepada manusia dan makhluk itu mengecewakan. Jadi, kalau merasa di tinggalkan, jangan sedih. Kita akan selalu ditemani dan ditemukan oleh yang lebih penting dari semua ini.
Resapkan ini: Kita tak akan ditinggalkan Tuhan. Jangan takut sewaktu menjadi orang terbuang. Takutlah pada kita yang membuang waktu. Kita tidak dibuang, kita yang merasa dibuang. Kita tidak ditinggalkan, kita yang merasa ditinggalkan. Ini hanya soal bagaimana kita memberi terjemah pada nasib kita.
Agak rumit dijelaskan tentang rantau yang dimaksud disini. Bercerita tentang kehidupan seorang anak yang masih duduk di bangku SMP, kenakalannya yang tak tertanggungkanlah yang membuat jalan hidupnya berubah. Nama nya Hepi, seorang anak keturunan minang yang tinggal di Jakarta. nama kepanjangannya Donwori bihepi, tentu saja sekilas membuat saya terhenyak dan mengubah raut muka yang sebelumnya serius membaca menjadi terbahak. Hepi, bisa jadi nama pendek atau alias, ya bisa saya terima. Tapi nama kepanjangan tersebut sangatlah ngaur sekali. Didalam cerita, berlahan lahan dimasukkan unsur humor, tidak pekat namun cukup untuk meninggalkan kesan. Buku ini juga memiliki unsur-unsur yang pekat terhadap budaya minang, mengingat penulisnya sendiri yang memang berasal dari daerah minang.
Hepi jarang masuk kelas, jarang mengikuti jam pembelajaran di sekolahnya, meskipun hepi sendiri pamit untuk pergi sekolah. Padahal bisa dikatakan bahwa hepi termasuk anak yang pandai. Karena itu hepi tidak naik kelas dan mendapatkan permasalahan yang berat ketika menerima raport. Gurunya mengeluhkan gaya Hepi dalam mengikuti pembelajaran kepada Martiaz, bapak hepi.
Martiaz sebenarnya sudah kehilangan akal untuk mengurus anak bujang(laki-laki) nya tersebut. Terpaksa Martiaz lakukan satu satunya cara terakhir untuk memberikan pembelajaran terhadap anaknya tersebut, dengan membawa Hepi berlibur ke kampung. Berlibur hanyalah iming-iming agar hepi mau untuk ikut, kenyataannya hepi memang ikut tetapi setelah itu ditinggal dan sengaja dititipkan kepada kakek dan neneknya oleh Martiaz agar nantinya hepi mengerti akan makna hidup yang sebenarnya, juga agar kehidupan di kampong dapat membuatnya tersadar dan memiliki sudut pandang yang bijak dalam menjalani kehidupan kedepannya. Hepi marah, kecewa, sedih dan bahkan segala jenis kutuk sumpah serapah telah ia tujukan kepada ayahnya yang rela meninggalkannya di kampong yang tidak ia ingini.
Yang menarik bagi saya pada cerita ini adalah kita selaku pembaca akan kembali teringat kepada masa-masa bangku sekolah. Settingan pada cerita hepi ini juga masih pada zaman yang sangat tradisional, kehidupan dimana anak-anak masih menyukai bermain bola, memancing, bersandiwara layaknya superhero dan tak lupa pula selain kehidupan sekolah ketika di kampung juga ada menghabiskan waktu di masjid, mengikuti shalat 5 waktu, mengaji bahkan tidur di masjid. Kita sebagai pembaca di buat bernostalgia dan bahkan kehidupan hepi di kampung tersebut membuat kita benar-benar berimajinasi dengan masa lalu dengan sudut pandang kita.
Alur cerita juga sangat sederhana, pembaca tidak akan dibuat pusing layaknya buku-buku yang memiliki alur twist. Sesekali pada alur cerita akan terjadi sedikit flashback. Bagi saya sendiri selaku pembaca walaupun unsur ceritanya kaya akan pengalaman hidup namun arah cerita cukup mudah ditebak. kalau menurut kalian yang sudah membaca bagaimana? Bisa beri pendapat kalian di kolom komentar di bawah. Setelah itu gaya penulisan Ahmad Fuadi menurut saya sangat luar biasa,(Tentu, karena novel beliau sebelumnya bisa jadi cerminan terhadap kesuksesannya) bisa kita baca dari perumpamaan yang dilantunkan beliau terhadap hal-hal kecil di dalam buku ini.
Dan ini merupakan beberapa Kutipan dari Buku Anak Rantau :
“Merdeka ternyata tidak selalu melahirkan keadilan. Mungkin tidak tepat terlalu berharap, atau aku telah salah berharap kepada sesame manusia. Berharap itu memang hanya kepada Tuhan Maha Pencipta.”
“Itulah hebatnya mereka, membunuh kepribadian orang dengan menciptakan cerita-cerita bohong. Fitnah yang diceritakan dan dikipasi terus sampai marak jadi api unggun.”
“Aku heran kepada negri ini sekarang percaya kepada yang tidak layak dipercaya. Kabar di jalan, di lapau, di pasar, kabar bisik-bisik, kabar ambuih-ambuih. Semakin beredar, kabar semakin bertambah bunga-bunganya. Tidak kaya tidak miskin, cerdik pandai, senangnya menyebar kabar fitnah tidak jelas.”
Intinya adalah dari sinopsis yang telah saya jabarkan diatas sebelumnya, buku Anak Rantau ini bukanlah kisah petualangan anak-anak seperti yang pada awamnya yang bakal kalian bayangkan, bukan. Tetapi kesemua cerita berkisahkan tentang memaafkan dan berdamai dengan takdir. Kalian akan menemukan banyak sekali pelajaran hidup di dalam novel ini. Kita selaku pembaca akan dibuat tertawa, sedih, menggerutu dan bahkan deg-degan oleh ulah Hepi dan kawan-kawannya.
Kalian juga akan diberi cerminan terhadap gaya kehidupan dan budaya masyarakat minang khususnya sumatera barat. Jadi sangat rekomendasi sekali, kalian bisa berdalih sesaatlah dari yang biasanya membaca novel dengan genre cinta-cintaan dengan genre petualangan dan menemukan jati diri ini.
Baca juga Novel pilihan terbaik oleh Rasssian dan Review Novel menarik lainnya di :