Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke roma | history books

Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke roma
Kumpulan cerita, penulis Idrus

Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke roma – Buku ini berisi sekumpulan cerita yang tidak saling berhubungan tetapi memiliki setting yang sama, yaitu masa perjuangan Indonesia yang berkisar sekitar pendudukan Jepang sampai kedatangan Sekutu.

Cerita-cerita pendek Idrus memotret situasi zaman jepang dikala itu sangatlah tersasa hidup. Kita bisa merasakan horor dan tragisnya.

Juga “Dasar yang lebih teguh” di jiwa tokoh-tokohnya, dengan itulah Seno Gumira Alisyahbana, H.B Jassin memberi pengakuan sebagai pembaharu kepada Idrus dan cerpen-cerpennya sama dengan pengakuan kepada Chairil Anwar dengan Puisi-puisinya.

Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke roma
Cetakan Pertama, 1948. Cetakan kedua puluh tujuh, 2010

Sedikit latar belakang penulis, Idrus(1921-1979), Lahir di kota Padang, pada tanggal 21 september 1921, dari pasangan Siti Alimah dan Sutan Abdullah. Ketertarikan Idrus dengan dunia sastra telah dimulai semenjak ia duduk dibangku sekolah, terutama di sekolah menengah.

Ia banyak menulis cerpen selain itu juga rajin membaca Novel dari eropa yang dipinjamnya dari perpustakaan sekolah. Minatnya itulah yang mendorongnya bekerja di Balai Pustaka.

Duabelas cerita dalam buku ini merekam sebuah periode singkat dalam sejarah indonesia, tetapi sangat membekas,yakni seperti pembabakan dalam buku ini, dari “jaman jepang” sampai “sesudah 17 agustus 1945”, sedang diantara keduanya terdapat “Corat-Coret dibawah tanah”.

Jika ilmu sejarah kini menuntut perubahan sudut pandang dalam penulisan sejarah, yakni bukan sekedar memeriksa kejadian-kejadian penting tentang para pemimpin, melainkan tentang segala sesuatu, betapapun tidak pentingnya, yang mampu mengungkap kan kembali gambaran aktual pada masa lalu, seperti kehidupan sehari-hari rakyat, maka buku ini adalah jawabannya.

Penulisan cerita pendek bagi Idrus bagaikan sketsa tentang masyarakat itu sendiri, dalam suatu alur yang mengungkapkan kelugasan dan ironi yang mampu menilai keadaan dengan tepat, yakni perubahan cepat yang menimbulkan orang indonesia merasa asing terhadap dirinya sendiri.

Suatu keadaan yang tidak dilihat dengan getir dan sendu, melainkan dengan kacamata humor. Bahwa cerita-cerita ini ternyata semakin bermakna ketika Indonesia sudah memasuki abad XXI, jelas membuktikan kelasnya sebagai teks yang dihasilkan salah satu penulis Indonesia terpenting.
-Seno Gumira Ajidarma, sastrawanperaih SEA Write Award-

“Sepuluh menit … dua puluh menit, nyonya sastra masih berbicara. Mulutnya yang seperti muncung tupai itu kembang kuncup seperti lubang puputan. Lubang hidungnya terbuka sebesar-besarnya, seperti jala dalam air. Tampak bulu-bulu hitam-hitam seperti ikan cumi-cumi. Sedang bicara keluar air ludahnya antara giginya, meleleh di alas dagunya, seperti ingus anak kecil”.

Diatas merupakan potongan paragraf pada cerita yang berjudul Fujinkai. Menarik memang, mengulik penggambaran Idrus terhadap gaya tulisannya. Kebengisan sebuah suasana dengan diberikan sedikit tindihan humor yang membuat setiap kalaimat menjadi unik dan mudah dimengerti.

“Di jalan-jalan raya, di muka-muka rumah-rumah makan, ya dimana-mana kelihatan orang yang setengah telanjang dan setengah mati. Mereka mengemis meminta sisa makanan orang, juga makanan anjing sudah sedap pula oleh mereka. Setiap hari kelihatan orang tergelimpang di tengah jalan. Orang banyak berkerumun dan jika ada salah seorang bertanya, “Mengapa ia tergelimpang di sana ? …” dijawab yang lain “Untuk mencari makan.”

“Seorang anak muda duduk di bawah sebatang pohon, telanjang sebenar-benarnya, seperti kuda atau binatang lain. Setiap ada orang yang melewatinya, ditutupnya sebagian tubuhnya, tetapi apalah yang dapat ditutup dengan dua buah telapak tangan. Anak-anak gadis melihat kepada anak muda itu dan mereka tertawa, seperti ada yang lucu pada anak muda itu. Anak muda itu tidak dapat berjalan, tidak dapat mengemis, malu masih ada pada dirinya. Ia duduk saja di bawah batang kayu itu sehari-hari. Jika hari sudah malam betul, baru berani ia keluar. Matanya selalu memandang ke kali dekat tempatnya itu. Jika ada bangkai ayam atau bangkai orang hanyut, tergesa-gesa ia turun ke kali itu, diangkatnya bangkai ke tepian dan … dimakannya. Anak muda itu pun kesudahannya mati juga, tidak kekurangan makan, tetapi karena terlampau banyak makan bangkai”.

Potongan paragraf pada cerita Jawa baru, tidak tertahankan lagi bagaimana kepedihan hidup di era itu. ironi, Idrus menangkap setiap kejadian dengan jujur dan mengutuk sendiri bagaimana gaya hidup itu dan tertuang di setiap kata-kata yang menjadi sejarah pada bukunya.

Bicara kelebihan buku, menurut saya kelebihan buku ini kita dapatkan bagaimana terperangahnya kita pada setiap moment dan suasana yang menjadi kemelut di zaman jepang maupun kedatangan sekutu.

Dimulai dari gaya hidup yang dari segala aspek dan perjuangan rakyat indonesia dalam memerangi hari-harinya, itulah yang menjadi inti cerita.

Secara keseluruhan, Cerita dan cara penyampaian Idurs lah yang menjadi kelebihan buku ini. Kekurangan, kita bakal sering menemukan perulangan kata-kata di setiap penulisan dan itu wajar mengingat gaya penulisan di zaman dahulu.

Buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke roma ini rekomendasi sekali bagi setiap rakyat indonesia tapi tidak untuk semua kalangan, ada batasan umur barangkali untuk membaca nya, mengingat tragedi-tragedi yang di ceritakan begitu brutal dan ke ironian yang mendalam di setiap paragraf ceritanya.

Gambaran agar kita rakyat indonesia lebih banyak lagi belajar dan membuat bangsa ini ke arah yang lebih baik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *