Di Tepi Jurang
berdiri di tepi jurang ini aku merasa menjadi lelaki
berusia seratus tahun yang telah melewati perang
demi perang dan menemukan bahwa dunia selalu
menyematkan tanda kehilangan di kening siapa saja
jauh di bawahku masalalu memanggil-manggil
suaranya lirih seakan datang dari sebuah mimpi
mimpi yang telah lama kulupakan, sebagaimana aku tak lagi
mengingat apa saja yang pernah melekat padaku
kecuali ia yang sekarang menjelma semesta
ia yang sekarang telah menjelma apa saja yang kusentuh
sebagaimana tiap orang, akupun ditindik kecemasan
aku tak lagi merasakan denyut jantungku, ia seolah
berada di luar tubuh yang sebentar lagi jatuh
bila tiba saatnya, satu-satunya yang ingin kudengar adalah
suara yang datang dari menara dimana ia berdiri
sembari menatap hampa pada bulan pucat pagi hari
Gunungsari, 2014
Pada Aroma Teh
pada aroma teh dan rambut pagi yang lembut
aku merasakan keberadaannya. cangkir sedikit bergetar
matahari mekar sebentar lalu kuncup bagai mata yang redup
tapi matanya tak pernah redup, selalu cemerlang memantulkan
mataku yang kerap kehilangan pandang
dunia bagiku hanya dihuni oleh ia dan semua yang merupa ia
aku mendengar adzan pada tengah hari, seperti meniup duri-duri
sebiji duri untuk setiap kaki yang berjalan menuju senja hari
dimana yang terang tenggelam dan yang kelam kembali datang
pada aroma malam dan lagu burung hantu
aku merasakan pelukannya. menyerap ledakan
dari tiap tabrakan benda di angkasa dada
Gunungsari, 2014
Kiki Sulistyo lahir di Kota Ampenan, Lombok. Buku-buku puisinya berjudul Hikayat Lintah (2014), Rencana Berciuman (2015) dan Penangkar Bekisar (2015). Ia mengelola Komunitas Akarpohon di Mataram, Nusa Tenggara Barat.
Sangat menarik sekali bukan membaca Kumpulan Puisi Kiki Sulistyo 2014? Dari sekian banyak puisi yang berserakan di sosial media, kenapa yang ini boro-boro saya tulis ulang di website saya sendiri? Kenapa tidak membuat puisi sendiri?nayatanya ini hanya beberapa puisi saja dari karya beliau.
Nah, awalnya saya ketahui puisi Kiki Sulistyo ini dari koran harian padang yang tidak sengaja saya baca. Setelah saya baca keseluruhan, isi dan maknanya sangat mengena sekali pada kehidupan sehari-hari. Kata-kata nya tidak meliuk dan tidak memusingkan, justru akan menambah kesadaran dan membuat kita rendah diri.
Kenapa tidak membuat puisi sendiri? Ada kok, kalian yang suka puisi barangkali bisa juga baca puisi saya di bawah sini :