Mirai No Future [Review] Susahnya Menjadi Seorang Kakak

Mirai No Future

Mirai no future merupakan sebuah tontonan yang bisa dikatakan cukup menghibur dengan sudut pandang seorang anak yang labil. Aspek cerita yang disuguhkan pun membuat kita sebagai penonton terenyuh, terbahak dan terbawa ke dalam suasana keluarga yang menyentuh. Membawa kita kembali bernostalgia dengan kenangan-kenangan masa kecil.

Bukan sembarang anime, meskipun sudut pandang yang coba diangkat dari film ini adalah dari seorang bocah dengan segala keluguan dan khayalan nya yang amburadul. Tetapi nilai yang digali pada anime ini mencoba menyadarkan kita tentang hidup berkeluarga, bagaimana susah senang dalam menjalani dan membangun sebuah keluarga yang bakal turun-temurun hingga beberapa generasi selanjutnya.

Bagi saya sendiri tidak ada alasan kenapa saya memilih dan mau menonton film ini, nyatanya kehidupan dari perspektif kanak-kanak yang coba disuguhkan sangatlah menggugah dan kembali membawa kita untuk nostalgia. Dan ternyata setelah saya telusuri, anime ini disutradarai oleh Mamoru Hosoda (The Boy and the Beast (2015), Wolf Children (2012), Summer Wars (2009)) yang kesemua anime besutan beliau telah saya tonton, Memang The best lah pokoknya.

Saya ingat karakteristik dari film-film Mamoru Hosoda yakni kental dengan hubungan kekeluargaan. Dari ketiga judul film yang saya sebutkan diatas semuanya terkoneksi dengan tali atau hubungan kekeluargaan, meskipun diceritkan dengan konsep dan sudut pandang yang unik dan berbeda disetiap ceritanya. Setelah menonton film ini pun dan mengkaitkan dengan film-film beliau yang lain maka tampaklah secara garis besar karakter dari si direktor handal Mamoru Hosoda ini.

Sinopsis :

Bercerita tentang Kun yang ketika itu mendapati seorang adik perempuan dan merasa pang-ling, bisa disebut begitu lah ya karena Kun masih berusia bocah. Dan ketika itu juga dia menyadari perhatian dan kasih sayang nya direnggut oleh kehadiran adik perempuannya itu. Cemburu tentu dan merasa diasingkan, setiap hari dia lalui dengan perasaan tersebut. Suatu ketika ia mencoba untuk sembunyi dan ketika melewati pohon yang berada ditengah rumahnya tiba-tiba perhatiannya teralihkan dan dia berada di masa depan atau bisa dikatakn khayalan karena Mirai adiknya sudah remaja dan mencoba untuk mengajak Kun mengobrol.

Oh ya, Kedua orang tua Kun sepertinya adalah orang-orang karir seperti ibunya seorang pekerja kantoran dan ayahnya yang berprofesi sebagai arsitek, membuat Kun menghabiskan hari nya dengan anjing peliharaannya yang bernama Yukko dan segala mainannya yang berserakan. Kun sering menghabiskan waktu dengan ayahnya karena di saat tertentu ibunya harus kembali bekerja lembur untuk menggantikan teman nya yang sedang cuti lahiran.

Kun sangat menyukai adiknya dan di lain sisi juga sangat kesal karena seluruh perhatian orang tua nya tertuju pada Mirai. Beberapa kali Kun tiba-tiba terloncat ke masa depan dan masa lalu melalui pohon magis yang tertanam di tengah pekarangan rumahnya yang arsitektural. Kun berjumpa dengan Mirai yang telah tumbuh remaja, mendapati dan memecahkan beberapa masalah secara bersama, dan kun pun belajar dari hal tersebut. Dilain waktu Kun melompat ke masa lalu, bertemu masa muda ayahnya dan bahkan meloncat lagi jauh ke masa muda kakeknya. Semua perjalanan yang dilalui oleh Kun tersebut membentuk Kun menjadi seorang kakak yang baik dan pengertian terhadap adiknya. Perjalanan Time-travel(Khayalan Kun) tersebut terjadi karena pohon magis yang hadir ditengah-tengah rumah mereka.

Mirai No Future

Mirai No Future

Mirai No Future


“Anak kecil bisa meledak oleh begitu banyak emosi yang ia rasakan
sekaligus. Karena mereka belum belajar mengontrolnya. Anak kecil
seperti Kun yang gembira punya adik baru, tetapi pada saat bersamaan ia cemburu lantaran sang adik mencuri perhatian ayah ibu, mengambil kasih sayang mereka darinya. Juga ada beban yang ia rasakan ketika ayah ibu mengharapkan tanggung jawab dan kelakukan yang lebih baik darinya, yang serta merta akan menjadi penolakan jika anak sulung seperti Kun tidak diberikan pengarahan ataupun bimbingan.”

“Film ini membahas tentang ‘derita’ seorang anak pertama, yang
sesungguhnya bukan berarti meniadakan cinta yang dirasa. Ada
banyak ‘keuntungan’ yang diperlihatkan oleh film ini secara
tersembunyi. Dalam kapasitasnya, film justru menyadarkan kita
bahwa jadi anak pertama itu adalah anugerah dan keasyikan
tersendiri yang tersembunyi di balik kecemburuan kekanakan.”


Dari segi cerita, film ini memang tidak mengantarkan satu plot dengan satu garis lurus,tetapi menggunakan beberapa fragmen layaknya episode dalam sebuah animasi pendek. Tetapi semuanya berhubungan dengan perjalanan Kun dan rasa cemburunya terhadap adik barunya.

Dari Segi karakter, hampir semua karakter yang ditampilkan sepanjang cerita merupakan bagian dari keluarga Kun. Menegaskan andil keluarga – secara literal – dalam perkembangan emosional Kun. Mulai dari ayah dan ibu, kakek
dan nenek, serta kakek buyut Kun memberikan perspektif baru bagi si
bocah dalam menghadapi masalah-masalah yang dihadapinya.

Film ini menyentuh ranah yang tidak berani disentuh oleh animasi anak-anak kebanyakan, di mana tokohnya yang begitu muda dieksplorasi dengan sangat mendalam dan terasa begitu personal.

Secara keseluruhan, film Mirai merupakan jalan terbaik untuk menggali kembali betapa pentingnya dan menyenangkannya berada dalam sebuah keluarga. Melalui film ini, Mamoru Hosada mengingatkan kembali bahwa keluarga merupakan tempat kita tumbuh dan berkembang, meskipun ada banyak pertengkaran serta ego yang tertahan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *