Beberapa Kumpulan Puisi Joko Pinurbo 2013 yang telah saya rampung dan saya susun. Ada begitu banyak puisi-puisi jokpin namun pada postingan ini saya hanya membeberkan beberapa yang memiliki judul tentang surat.
Surat Kau
Kau tak ada di kakiku ketika aku membutuhkan langkahmu untuk merambah rantauku.
Kau tak ada di tanganku ketika aku membutuhkan jarimu untuk mengubah gundahku.
Kau tak ada di sarungku ketika aku membutuhkan jingkrungmu untuk meringkus dinginku.
Kau taka da di bibirku ketika aku membutuhkan aminmu untuk meringkas inginku.
Kau taka da di mataku ketika aku membutuhkan pejammu untuk merengkuh tidurku.
Mungkin kau sudah menjadi aku sehingga tak perlu lagi aku menanyakanmu.
Surat Kopi
Lima menit menjelang minum kopi, aku ingat pesanmu: “Kurang atau lebih, setiap rezeki perlu dirayakan dengan secangkir kopi.”
Mungkin karena itu empat cangkir kopi sehari bisa menjauhkan kepala dari bunuh diri.
Kau punya bermacam-macam kopi dan kau pernah bertanya: “Kau mau pilih kopi yang mana?” Aku menjawab: “Aku pilih kopimu.”
Dimataku telah lahir mata kopi. Di waktu kecil aku pernah diberi Ibu cium rasa kopi. Apakah puting susu juga mengandung kopi?
Kopi: nama yang tertera pada sebuah nama. Namaku.
Burung menumpahkan kicaunya ke dalam kopi. Matahari mencurahkan matanya ke hitam kopi. Dan kopi meruapkan harum darah dari lambungmu.
Tiga teguk yang akan datang aku bakal mencecap hangat darahmu di bibir cangkir kopiku.
(2013)
Surat Batu
Maaf, baru sekarang aku membalas surat yang kamu kirim tujuh tahun yang lalu.
Waktu itu kamu memintaku merawat sebuah batu besar di halaman rumahmu sebelum nanti kamu pahat jadi patung, patung itu kamu ambil dari sungai di tengah hutan.
Aku suka duduk membaca dan melamun di atas batumu dan bisa merasakan denyutnya. Kadang mimpiku tertinggal diatas batumu dan mungkin terserap ke dalam rahimnya.
Hujan sangat mencintai batumu dan cinta hujan lebih besar dari cintamu. Aku senang melihat batumu megap-megap dicumbu hujanku.
Akhirnya batumu hamil. Dari Rahim batumu lahir air mancur kecil yang menggemaskan. Air mancur itu sekarang sudah besar, sudah bisa berbincang-bincang dengan hujan.
Maaf, jangan ganggu air mancurku. Bahkan batumu mungkin sudah tak mengenalmu.
Surat Libur
Apa kabar liburan sekolahmu? Semoga kamu bertambah gemuk dan lucu dan dikagumi kucing kesayanganmu.
Aku juga sedang libur. Aku baru saja naik kelas. Aku mendapat hadiah dari ayah dan ibu karena aku rajin belajar. Belajar melamun dan menuliskan hal-hal yang tak mudah.
Ibu memberiku sebuah jendela untuk mengganti jendela yang sudah usang dan bolong-bolong kacanya. Dari jendela baruku aku bisa melihat seekor kucing sedang duduk manis di bulan sambil matanya menantang mataku.
Ayah hanya bias memberiku sehelai sarung: sarung cap kucing. Sarungku lebih panjang dari tubuhku, lebih hangat dari mimpiku. Aku mau memakainya untuk membungkus tidurku yang simpel dan murah. Aku masih menghitung kotak-kotaknya. Sabar ya. Nanti kuberitahu berapa jumlahnya.
Surat Senyap
Waktumu sebentar lagi habis, hujan. Malam akan menganga dan kau menjadi gema.
Mula-mula kau berjalan rintik-rintik, bolak balik antara kepala dan ujung kaki. Ketika demam berhembus, kau meluncur deras diiringi tiga tembakan petir. Hatiku banjir.
Kau membuat kolam dilambungku dan aku terdiam mendengar kecipak air di kolamku.
Kini kau merintik kembali dirintikmu sebentar lagi sirna. Tinggal gigil penjual sate yang tiba-tiba berhenti dileherku, mendengar “T” yang Tuhan serukan di ujung lidahku.
Malam mulai menganga dan kau menjadi gema.
Surat Pulang
Tenanglah. Aku tak pernah mengharap oleh-oleh dari orang yang hidupnya susah. Kamu bisa pulang dengan rindu yang masih utuh saja sudah merupakan berkah.
Pulang ya pulang saja. Tak usah repot-repot membawa buah tangan yang hanya akan membuat tanganku gemetar dan mataku basah.
Aku tahu kepalamu kian berat dan hidupmu bertambah penat. Mau selonjor dan ongkang-ongkang saja kamu tak sempat.
Pernah aku jauh-jauh pergi untuk menemuimu dan tak bisa menemukanmu. Dimanakah kamu ? ke manakah kamu ? ealah, ternyata kau sedang beribadah di akunmu.
Pulanglah dengan girang jika pulang adalah menulis ulang sajak yang rampung. Jika kau punya banyak kucing tapi tak punya ngeong kucing, aku punya malam-malam bertaburkan ngeong kucing.
Pulanglah dengan lugu. Masih ada pintu untukmu. Bahkan jika kau pulang telanjang malam-malam saat aku sedang bertukar meong dengan kucingku. (2013)
Joko Pinurbo alias jokpin lahir di Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat, 11 mei 1962. Menyelesaikan pendidikan terakhirnya di institur keguruan dan ilmu pendidikan( Sekarang dikenal Universitas) Sanata Dharma Yogyakarta. Kegemaran nya berpuisi ditekuninya sejak sekolah menengah atas.
Kepenyairannya mulai dikenal setelah ia menerbitkan kumpulan puisi celana(1999). Sejak itu buku-buku puisinya berlahiran. Di antaranya Di Bawah Kibaran Sarung(2001), Pacar kecilku(2002), Telepon Genggam(2003), Kekasihku(2005), Celana Pacar Kecilku di Bawah Kibaran Sarung(2007), Kepada Cium(2007), Tahilalat(2012), Baju Bulan(2013), Surat Kopi(2014), Selamat menunaikan ibadah puisi(2016), Malam ini Aku Akan Tidur di Matamu(2016).
Ada lebih dari sepuluh penghargaan yang telah didapat oleh beliau bahkan yang lebih hebatnya sejumlah puisi beliau juga telah diterjemahkan kedalam bahasa inggris dan jerman.