“Already Tomorrow in Hong Kong” menyuguhkan kepada penonton kisah asmara yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. Dua dewasa muda, bertemu secara kebetulan, melalui beberapa jam bersama-sama dan mulai menumbuhkan rasa saling suka. Dari segi cerita, “Already Tomorrow…” tidak kaya akan twist dan dialog seru. Mungkin bagi sebagian orang, film ini akan terasa membosankan dan lemah karena tidak terlihat chemistry yang passionate antara kedua pemain yang saling jatuh cinta. Tapi, bukankah itu yang terjadi di kehidupan kita sehari-hari jika kita suka pada orang yang kita baru temui pertama kali?
Sebenarnya film ini merupakan yang sering kali Rasssian tonton ulang, kalau tidak salah sampai 3 kali. Bukan karena terlalu dramatisir atau penuh dengan adegan yang wah. Melainkan dari kesederhanaan dari unsur cerita, dialog dan pengambilan gambar ditambah durasi film yang terbilang singkat.
Film ini menjadi menarik untuk disimak karena mengangkat beberapa pesan yang inspiratif. Salah satunya adalah dialog antara Ruby dengan Josh tentang mengejar cita-cita. Josh yang bekerja di bidang finance selama sepuluh tahun di Hong Kong mengatakan bahwa sebenarnya cita-citanya adalah menulis novel. Ruby pun meyakinkan Josh untuk mengejar cita-citanya itu apapun yang terjadi. Setahun kemudian ketika mereka tidak sengaja bertemu kembali, Josh sudah menerbitkan novelnya dan berhenti dari kerja kantorannya.
Hal lain yang membuat saya menyukai film ini adalah setting-nya pada dunia malam dan downtown Hong Kong yang real. Bagi sebagian orang yang menyukai Hong Kong mungkin ini bisa menjadi eye treat juga karena ambience Hong Kong yang terasa sekali.
Film ini bukan untuk penonton yang harus distimulasi terus-menerus dengan adegan-adegan aksi yang memukau. Mungkin film ini lebih bisa dinikmati untuk mereka yang menyukai film indie, romance, atau menyukai Hong Kong secara khusus. Saya sendiri tertarik dengan isu yang diangkat, yaitu interracial love dan bagaimana seorang keturunan Cina yang lahir dan tumbuh di negara Barat akhirnya kembali ke “Cina” tanpa kemampuan bahasa Cina dan kebiasaan-kebiasaannya.
Meskipun demikian, untuk sebuah film yang berpusat pada dialog antara dua tokoh, “Already Tomorrow…” belum mencapai satu kesatuan cerita di mana semua runtutan dialognya menjadi saling terkait dan membentuk jalinan cerita yang berpuncak pada satu titik. Dialog yang terjadi sepertinya masih sebatas pada level permukaan saja akan tetapi dialog tersebut seperti membuat mereka memutuskan hal-hal besar dalam hidup. Misalnya, saran inspiratif dari Ruby untuk Josh yang mendorongnya mengejar cita-cita menjadi novelist. Apakah Josh tidak pernah mendengar saran serupa? Atau memikirkannya sendiri sebelumnya? Seakan-akan saran Ruby ini lah yang membuat Josh memutuskan untuk berbelok arah di karirnya.
Baiklah, sekian dulu Review Already Tomorrow in Hongkong ini. Bagaimanapun sang sutradara telah menumpahkan , telah membuat dengan sangat baik keseluruhan isi film ini. Seperti bagaimana ketidaksengajaan dua tokoh tersebut bertemu, dialog-dialog yang sangat receh namun terasa dalam, bagaiamana hingar bingarnya kehidupan latar belakang yang coba disuguhkan, dan eksekusi yang bisa dikatakan elok. Penonton bisa melanjutkan sendiri bagaimana mestinya dua tokoh tersebut melanjutkan hubungan mereka.
Baca juga ulasan menarik seperti Rekomendasi dan Review film maupun buku lainnya :
makasih reviewnya
Wah buk Hastira kayaknya sering mampir nih. Makasih banyak y buk. 😀