Review Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer, buku bacaan ini memberikan pengaruh yang besar terhadap dunia sastra. Bumi Manusia juga memberikan impact yang besar dalam hal memperkenalkan Indonesia kepada dunia luar.
“ Cerita..selamanya tentang manusia, kehidupannya, bukan kematiannya. Ya biarpun yang ditampilkannya itu hewan, raksasa atau dewa ataupun hantu. Dan tak ada yang lebih sulit dipahami daripada sang manusia. Jangan anggap remeh si manusia, yang kelihatannya begitu sederhana; biarpun penglihatanmu setajam mata elang; pikiranmu setajam pisau cukur, perabaanmu lebih peka dari pada dewa, pendengaranmu dapat menangkap musik dan ratap tangis kehidupan; pengetahuanmu tentang manusia takkan bakal bisa kemput”
– Pramoedya Ananta Toer dalam Bumi Manusia –
Aku adalah manusia. Tentu yang tak sempurna. Karena kealpaan dan lupa tak bisa lepas dariku. Aku hanyalah manusia biasa. Aku bukanlah dewa dengan segala ke-Maha-annya. Sempurna adalah kata yang tidak untukku.
Namaku Minke, setidaknya itulah sapaan orang-orang ketika memanggilku. Saking terlalu seringnya nama itu digunakan, hingga aku hampir lupa nama asliku. Nama yang diberikan oleh Bunda dan Ayanda yang dengan bersusah payah akhirnya berhasil menjadi Bupati B.
Sebagai keturunan priyayi Jawa, aku beruntung bisa mengenyam pendidikan ala Eropa. Ilmu pengetahuannya, budayanya, pergaulannya, bahasanya serta segala hal yang berbau Eropa. Aku begitu kagum akan peradaban dan budaya mereka. Hingga hampir- hampir tak lagi berdiri di atas tanah budaya sendiri. Ironis memang, tetapi itulah yang mungkin akan terjadi padaku kalau saja tak terjadi peristiwa itu
Sebagai lelaki normal, wajarlah kiranya ketika kujatuh hati pada seorang perempuan. Apalagi perempuan yang kecantikannya ibarat dewi. Cantik, lembut namun rapuh. Aku mabuk karena kecantikannya dan cintanya. Hingga membuatku tak sadar, jatuh semakin dalam. Sebuah hubungan yang tulus, tanpa menyadari hukum, peraturan, kasta, etnis, bangsa dan pandangan orang lain dan dunia. Tak kudengarkan lagi nasihat para guru dan orangtua sendiri. Aku terjerat, terikat, terpenjara.
Pribumi adalah bundaku. Bunda yang melahirkanku, memberiku dasar budaya, adat dan darah Jawa ini. Bunda yang telah memberiku kehidupan. Pribumi juga adalah Mamaku. Seorang wanita cerdas yang menjadi pintar secara otodidak. Perempuan biasa yang menjadi keras karena pengalaman hidup. Seorang Mama yang membuatku begitu mengaguminya.
Eropa adalah guruku. Aku belajar dari mereka. Aku melihat dunia dari mereka, hingga aku lebih sering berlisan dengan bahasa mereka. Tetapi seperti apapun aku tetaplah seorang pribumi. Pribumi yang hanya dijadikan alat bangsa Eropa untuk meninggikan kejayaan mereka, sementara di pihak lain kami – kaum pribumi – akan semakin direndahkan derajatnya hingga ke jauh ke dalam tanah.
Batinku berontak, harga diriku berteriak. Apakah ini arti dari semua yang telah kupelajari dari kalian wahai bangsa Eropa?? Apalah artinya semua ilmu, pengetahuan, sopan santun, hukum dan keadilan yang telah mereka ajarkan?? Ketika keadilan itu hanya berlaku bagi kaum mereka sendiri. Ketika hukum hanya melindungi ras kulit putih sendiri. Dan ketika batas antara Eropa dan pribumi tetap tak dapat terlampaui. Ketika kaum penjajah kolonial tetap akan menginjakkan kaki mereka di atas kepala kaum pribumi pemilik negeri sendiri. Apakah akan selamanya seperti itu??
Dibutuhkan waktu 5 hari untuk menamatkan buku tebal yang berhalaman 530 lembar ini(Hufft), Awal mengenal buku Bumi Manusia bermula dari rasa penasaran pemilik blog terhadap novel sastra yang terbaik dengan penulis Indonesia. Cari-cari di mbah google dengan kata kunci novel Indonesia terbaik, di sekian banyak sumber menyebut dan menyodorkan bahwa Bumi Manusia merupakan sebuah Maha karya yang tak terbantahkan. Ya jadilah, si pemilik blog ini mencari buku tersebut.
Ketika cari di Gramedia store, buku tebal tersebut dihargai Rp.145k dengan kualitas Original. Agak panjang berpikir karena sekilas mengetahui harganya yang terbilang agak mahal. Alhasil pemilik blog cari di pasar buku bekas di dapat dengan harga Rp.45k, kualitas yang didapat tentu setara KW2 atau bahkan KW 3 barangkali, karena terdapat beberapa halaman buku yang tulisan nya buram dan agak susah untuk di baca.
Namun itu semua telah mengobati rasa penasaran yang teramat besar ini, kalau memang penasaran dan niat baca ya terbaca juga tulisan yang samar tersebut. Bumi manusia merupakan buku pertama dari tiga buku lainnya yang termasuk dalam Tetralogi Pulau buru.
Dinamai Pulau buru karena memang karya tersebut lahir ketika beliau mendekam di penjara pulau buru. Melalui berbagai macam hambatan dalam mengembangkan naskah cerita ini, karena sempat dicekal dan pada akhirnya diterbitkan dalam Bahasa inggris dan Indonesia pada tahun 1975.
Beberapa orang ada yang berkata begini, jika Rusia memiliki Fyodor Dostoyevsky, Jepang memiliki Haruki Murakami, Prancis memiliki Victor Hurgo, Amerika memiliki F.C Fitzgerald maka Indonesia memiliki Pramoedya Ananta Toer. Kenapa dikatakan demikian, karena Bumi Manusia sukses mendapat 12 penghargaan internasional atau bahkan lebih hingga pada saat sekarang ini. Tidak hanya itu, karya-karya pram juga kerap dijadikan bahan skripsi dan thesis dan yang luar biasanya lagi beliau juga di jadikan salah satu nominator penerima nobel.
Baiklah bagi kalian yang sudah penasaran, secara garis besar buku Bumi Manusia merupakan Sebuah novel sejarah yang mengisahkan perjalanan intelektual seorang anak manusia (yang bernama Minke) untuk menemukan arti kemanusiaan dan identitas kebangsaan awal abad 20-an. Berhadapan dengan kolonialisme dan sistem hukumnya yang diskriminatif, Minke melihat banyak ketimpangan-ketimpangan, penindasan-penindasa, politik pecah belah, pembagian kelas, dan politik kolonial yang menyengsarakan manusia Indonesia dan menjatuhkan kemanusiaan ke titik yang paling rendah dalam pergulatan sejarah manusia Indonesia. Betapa tidak berharganya seorang Inlander (priboemi) dimata pemerintah kolonial.
Berbagai pengalaman hidup dan kekecewaan yang dialami dalam kehidupannya, kehidupan seputar kehidupan pribadinya, terutama percintaannya dengan Annelis, yang karena berbeda warna mata harus mengalami “tragedi”. Keberadaan sosok Nyai Ontosoroh, meskipun hanya seorang gundik Belanda Totok tapi dengan kebanggaan yang besar sebagai inlander (priboemi)mampu menjadi “guru spiritual” yang menanamkan kesadaran identitas diri pada Minke, yang akhirnya membawanya pada kesadaran untuk menyadarkan bangsa ini, sebagai pewaris sah Nusantara, untuk bangkit dan berjuang melawan kolonialisme.
“Cinta tak lain dari sumber kekuatan tanpa bandingan, bisa mengubah, menghancurkan atau meniadakan, membangun atau menggalang.’
Baca juga Review buku lainnya yang tak kalah menarik, yang telah dirangkum oleh Rasssian :
- Review Rumah Kopi Singa Tertawa | Yusi Avianto Pareanom
- Review Raden Mandasia Si Pencuri Daging Sapi | Novel Petualangan Terbaik
- Review Seorang Laki-Laki yang Keluar dari Rumah | Novel Puthut EA
- 7 Rekomendasi Bacaan Novel | Sayang di Lewatkan